Sedikit
Kisah dibalik Debur Ombak
Oleh : Erlina Novita Sari
“Laut mengamuk disela tidur lelap
Melarutkan diri bersama gelombang
ditengah angin
Rasa was was dan khawatir,
tampaknya tidak menjadi alasan untuk menyurutkan niat dalam megabdikan diri
bagi bangsa, menyemai mimpi.
Dalam desakan ombak ang menyudukan
kapalku
Akhirnya mengantarkan kami
bersandar di Masalembu”
Mulai dari keberangkatan yang
terencanakan batal sebab ketidakpastian PPKM serta banyak hal, ditengah pasang
surut niat akhirnya pada hari ini, tanggal 15 Agustus 2021, kami semua
berangkat ke Masalembu. Beranggotakan kesebelasan, kami siap melakukan kegiatan
pengabdian Masyarakat dan memberikan program-program terbaik yang bisa kami
lakukan. Sebelumnya, aku akan menjelaskan tentang pulau yang kami tuju dan
korelasi puisi yang ada bagian atas kertas ini. Pulau Masalembu adalah pulau
yang ada di Kabupaten Sumenep, meskipun berada di teritori Jawa Timur namun
lokasi pulau ini termasuk kedalam pulau terluar Jawa Timur sebab bayangkan
saja, perjalanan yang kami habiskan untuk menuju kesana adalah 17 jam.
Sementara jarak pulau Masalembu di Pulau kalimantan hanya berjarak 7 jam.
Dibalik angin yang kencang dan transportasi yang ekstrim yakni perahu barang
kami dengan nekat menempuh perjalanan. Hal ini disebabkan PPKM membuat kapal
penumpang yang biasa menjadi transportasi utama menuju Masalembu tidak berjalan. 17 Jam kami berdesakan dengan
barang-barang dan juga rekan, tapi jika boleh jujur disinilah letak cerita seru
dibalik perjalanan ini.
Pulau masalembu terdiri dari tiga pulau utama
yakni Masalembu sendiri, Masa Kambing dan Pulau Karamaian. Mungkin beberapa
orang tidak asing dengan keberadaan pulau ini sebab dulunya pulau ini terkenal
dengan berita tenggelamnya kapal Thampomas II pada 27 Januari 1981. Dibalik
kisah Tampomas yang menyedihkan Pulau masalembu menyimpan banyak sekali pesona
yang luar biasa. Ketika pertama kali menginjakkan kaki disana, air biru yang
jernih dan juga ikan-ikan didermaga meyambut dengan cantiknya. Karena terbiasa
melihat pelabuhan yang keruh dan kotor di daerah Perak, Surabaya, otomatis
mataku langsung menjelajah penuh takjub, tak henti mengatakan “woah” sebab
melihat indahnya air di pelabuhan tersebut. Ketika sudah sampai, aku sudah bisa
menduga, petualangan yang indah akan segera dimulai.
Kami bersebelas adalah orang yang
tidak begitu saling kenal pada awalnya, sebelas mahasiswa dari seluruh daerah
di Indonesia. Hanya berbekal komunikasi dari telepon untuk merumuskan program
yang akan kami jalankan di Masalembu,
kami mencoba saling akrab satu sama lain. Kukira akan ada kesulitan
dalam proses pendekatan itu namun siapa sangka bahkan kami tak perlu berusaha untuk bisa dekat
sebab secara alami kebobrokan kami mendekatkan kami semua. Yap, kamu menjadi
sangat akrab hanya dalam waktu sehari. Benar apabila ada orang berkata
problem adalah proses lain dari
integrasi, problem yang terjadi dikapal
yakni tidur diperahu berdesak-desakan,
berbagi tempat dengan beras, merica dan burung, mabuk laut dan ombak yang
membuat tekanan batin dan banyak lagi membuat kita bisa berkenalan secara
dekat. Orang-orang tersebut adalah kak maliki, kak aldo, kak arganta, kak
bagas, destya, jeki, surur, faiq, kak amanda, atha dan umi. Mereka adalah
orang-orang luar biasa yang membersamai dipulau ini. Kegiatan kami selama tujuh
hari di masalembu diisi dengan kegiatan pengabdian masyarakat yakni mengajar,
bersosialiasai dengan masyarakat, membersihkan sampah dan melakukan aktivitas
lingkungan serta menjelajah tipis-tipis pulau masalembu. Ada banyak sekali
aktivitas yang kami lakukan, tapi pasti sudah banyak diceritakan oleh
rekan-rekan yang lain. jadi dalam tulisan ini izinkan aku untuk menceritakan hidden gems Pulau Masalembu hehe meskipun aku tidak
tau apakah yang aku ceritakan ini benar-benar yang pertama kali kamu baca.
Pulau Masalembu dihuni oleh
masyarakat-masyarakat yang ramah, ralat –sangat ramah- maksudku. Mereka bahkan
menawari banyak makanan setiap hari ketika kami berkegiatan. Jika dihitung
seperti ini, pagi hari kami diberikan makanan berupa jajanan trandisional masalembu,
kemudian besoknya rumah tinggal sementara kami dipenuhi oleh buah-buah.
Siangnya kami diminta untuk mampir dan membakar ikan disana, ikan yang kami
bakarpun tidak hanya satu dua ekor tapi satu baskom besar, terhitung sudah
empat kali kami merampok ikan disana, makan dengan nyaman dan kenyang.
Masyarakat disana mengatakan bahwa pada waktu kami datang kesana, bertepatan
pada saat musim pocokan, yakni istilah yang digunakan masyarakat Masalembu
untuk menyebut hari hari ketika ikan berkumpul sehingga ikan yang mereka
tangkap melimpah. Ketika membeli makan disana, menu-menu yang disediakan juga
tidak begitu jauh berbeda dengan yang ada didaerah kita, namun bedanya, hanya
berbekal uang 5000 maka kita bisa makan seperti porsi 10.000 di Surabaya. Harga
lauk ikan dengan ayam juga memiliki kesenjangan yang cukup jauh. Ketika lauk
5000 bisa mendapat sepotong ikan Tongkol, maka dengan uang 15.000 kita baru
bisa menikmati nasi yang sama dengan lauk ayam. Kami semua sempat berfikir, wah
pasti anak disini cerdas-cerdas sebab dari kecil makannya sudah ikan. Dan
ternyata apa yang kami fikirkan terjawab setelah melakukan kegiatan Ngajar di
salah satu SD disana.
Kegiatan Ngajar, dilakukan selama
tiga hari berturut-turut di salah satu yayasan di Pulau Masalembu dengan target
yang berbeda. Pada hari pertama kami mengajar anak SD, hari kedua SMP dan
terakhir SMA. Dari tiga jenjang yang kami ajar, SD dan SMP menjadi pengalaman
yang paling menarik menurutku sebab aku menemukan banyak sekali anak-anak emas
yang ada disana yakni pemberani, mau mencoba, mau belajar dan tentunya bermimpi
besar. Mereka merespon kegiatan belajar mengajar dengan baik, mau bertanya dan
mau balajar meskipun metode yang kami pakai adalah praktik, belajar sambil
bermain. Secara garis besar mereka sama seperti anak-anak yang ada di daerah
sekitarku, namun mereka lebih responsif dan menghargai orang disekitarnya,
mungkin karena intensitas mereka terhadap gadget yang minim turut mempengaruhi
interaksi dengan sesama jadi kesadaran mereka terhadap apa yang terjadi
disekitarnya terjaga dengan baik. Semua sama hanya saja keterbatasan fasilitas
membuat mereka kesulitan dalam belajar, kurangnya sumber daya manusia dalam
pengajaran. Berbicara mengenai akses internet, Pulau Masalembu bisa dikatakan
cukup susah sinyal. Bagaimana tidak, ketika tujuh hari disana, hampir saja kami
semua tidak mendapat akses internet jika tidak ada warung wifi disana.
Satu-satunya tempat komunikasi kami yang jaraknya cukup jauh dari rumah tinggal
kami. Sebenarnya beberapa provider bisa diakses disana namun tetap saja sinyal
yang terjaring maksimal hanya 3G. Di Masalembu juga ada beberapa warung
internet yang buka namun kami memutuskan untuk berpusat di Alfa net, sebuatan
warung internet langganan kami. Beberapa waktu lalu ketika sedang berada di
alfanet, aku didatangi oleh bapak-bapak yang bercerita banyak hal tentang Masalembu,
pada awalnya, beliau berbahasa bugis, kemudian berbahasa madura dan kembali
lagi berbahasa Bugis, dari situ aku teringat, bahwa masyarakat yang ada di
pulau ini, terdiri dari tiga suku yakni Mandar, Bugis dan Madura. Aku yang
dulunya pernah membaca info tersebut dari sebuah buku kemudian merasa tertarik
ketika bapak tersebut bercerita tiga suku tersebut masih mempertahankan
identitasnya masing-masing namun bisa hidup berdampingan dengan baik. Jika kita
ke kampung Mandar maka akan kita lihat rumah-rumah adat Mandar dan bahasa
Mandar disana, begitu juga Bugis, masih terdapat rumah-rumah bugis dan madura yang
ada disana. Wah seperti TMII mini ya batinku dalam hati. Lantas benar saja,
ketika kami menuju pantai Sono dan melewati jalanan, masih kami lihat rumah-rumah
panggung yang berjejer indah. Percampuran suku sebab pernikahan juga sering
terjadi disana, seperti dua kakak yang ikut duduk menyimak bapak itu yang
kuketahui asli bugis dan satunya percampuran bugis dan madura. Didalam rumah
bahasa yang digunakan juga bahasa keduanya
Pantai-pantai
yang ada dimasalembu bisa dibilang masih sangat alami dan indah. Kami
mendatangi dua pantai terkenal di Masalembu yakni pantai Masna dan Pantai Sono.
Ada fakta yang menarik namun mistis dibalik penamaan pantai Masna. Pantai Masna
diambil dari nama seorang perempuan yang meninggal di pantai tersebut,
ditemukan meninggal akibat terseret ombak. Pengalaman yang menurutku
mengesankan adalah ketika kami berenang di dermaga. Terjun dari atas dan
berenang dilautan, itu adalah kali pertamanya aku terjun dan berenang dilaut. Meskipun
tidak terlalu dalam tapi lumayan lah hehe akhirnya bisa berenang dilaut.
Ternyata air laut asin sekali ya, perih juga dimata kalau tidak pakai alat-alat
yang memadai. Pengalaman-pengalaman yang ada di Masalembu selamanya akan
menjadi cerita yang indah. Bersama orang-orang yang menginspirasi dan menjadi
support sistem, mengabdi dan menyemai mimpi untuk Indonesia, seakan adalah
komposisi lengkap untuk perjalanan dalam mewujudkan perubahan. Terimakasih
cerita indahnya, Perjalanan menuju Masalembu membuat kita cemas sebab ombak
yang tak bersahabat namun banyak rindunya sebab semua cinta kita dapatkan dari
sana. See you next time Masalembu.