Dengarlah
malam mendendangkan lagu-lagu sunyi
Menabuh
gendang pada samak kulit sapi yang berdebu
Bunga
kamboja jatuh dari pucuk pura
Menyanyikan
lirik-lirik pada jiwa yang sedang menyepi
Bersembahyang
dengan hening memanjatkan puja bagi Sang Hyang Widhi
Anak
gembala meniupkan seruling pesisir
Mengurai
angin dari lembah Pajudan
Celurit
adalah ungkapan rasa lebih dari aksara
Penghormatan
tertinggi atas harga diri manusia
Kuda
perkasa berlari dari padang ilalang yang rendah
Anak
kerbau tersipu dalam lanskap savanah Sumba
Bapak
tua duduk diatas batu yang pecah
Menyesap
pinang menikmati angin menyapu air muka yang mengeriput
Bapak
tua memejam mata
Menikmati
tiap-tiap karunia yang berhamburan di tiap jengkal pandangannya
Kepemilikan
rakyat dan adat tanpa adanya sengketa
Tanahku
tanah khatulistiwa
Sulur
tumbuh dari kayu pancang tenda
Tanahku
tanah makmur
Biji
Kacang berhambur namun tumbuh subur
Indonesiaku
tiga puluh tiga mata angin
Bukan
mata arah namun mata budaya
Jangan
nodai adat dengan kedurhakaan
Jangan
pecah belah tali ibu dengan ujaran kebencian
Tanah
ku tanah mu
Mata
angin kita bukan hanya empat penjuru
(Bangkalan,
17 Oktober 2019)



0 komentar:
Posting Komentar