Sejak kita
lahir, gerakan-gerakan peduli lingkungan terutama tentang plastik telah
digalakkan. Banyak informasi mengenai dampak plastik terhadap lingkungan. Namun
meskipun lekat dan terngiang-ngiang dalam kehidupan, pengetahuan kita tentang
plastik justru masih sangat kurang. Entah tak acuh atau sedang sengaja mengetes
kebenaran. Aktivitas-aktivitas membuang
sampah dan konsumsi plastik masih dengan bangga kita lakukan. Tanpa kita sadar
kita sedang merakit penyesalan. Hampir
20 tahun berlalu, dan bom waktu telah meledak. Hampir tak ada tempat untuk
sekedar berpijak dari tempat yang bebas dari sampah. Kita tak punya pilihan selain bergegas mencari
solusinya
Sejak
kemunculannya, plastik telah menjadi primadona karena daya tahan tinggi dan
keefisienannya, plastik dapat menoleransi panas, keras, reliency dan lain-lain,
hingga dapat dipastikan plastik digunakan hampir di seluruh bidang industri. Harga
yang lebih murah, komposisi yang ringan serta produksi yang tak terhingga,
membuat semua lapisan masyarakat menggunakan plastik dalam keseharian mereka.
Namun ada beberapa hal yang masyarakat lupa tidak ketahui dalam penggunaan “tak
terbatas mereka” yakni komposisi plastik yang
ternyata membahayakan. Tak disangka, daya tahan plastik yang tinggi juga
menjadi masalah karena alam tidak sanggup mengurainya dalam waktu yang singkat.
Terlambat kita ketahui “sampah menjadi musuh alam”
Sampah
tidak dapat membusuk dan perlu waktu yang lama untuk menguraikannya. Sampah
plastik biasa terhitung 10-20 tahun agar bisa hancur, botol plastik dengan
polimer yang lebih tebal dan kompleks membutuhkan waktu 100 tahun untuk
terurai. Umur mereka bahkan lebih panjang dari umur manusia, hingga ketika kita
mati, sampah-sampah yang kita hasilka akan tetap bergentanyangan dimuka bumi
dan terus bersama generasi-generasi kita. Atau barangkali sampah-sampah yang
menghantui kita dan membuat lingkungan rusak saat ini adalah sampah-sampah yang
dihasilkan oleh generasi sebelum kita, kakek nenek kita.
Sejak
awal tahun 1970, peringatan tentang bahaya plastik telah didengungkan, litratur
ilmiah, pembahasan dalam rubrik-rubrik berita telah mulai membahas mengenai
dampak plastik dalam kehidupan. Sayangnya, hanya sedikit reaksi yang ditunjukan
oleh beberapa golongan. Waktu dengan cepat berlalu, pertumbuhan industri,
modernisasi, pergantian pola kehidupan makin mengagungkan plastik dan
membuatnya menjadi properti unggulan yang produksinya jauh lebih bervariasi.
Berbagai kualitas ditawarkan, plastik makin massif diproduksi. Disisi lain
pula, beberapa plastik seperti plastik kemasan
menjadi barang sekali pakai, pembuangannya tidak terarah dan tidak
dengan prosedur yang benar. Masyarakat bergantung pada plastik, begitupun juga
pembuangannya yang sembarang semakin membudaya.
Isu
sampah plastik telah banyak diangkat menjadi isu global, komunitas-komunitas
banyak bergerak dan mulai menstimulus gerakan-gerakan menolak plastik.
Pemerintah banyak melakukan pertemuan dan merumuskan gerakan membebaskan dunia
dari penyakit plastik. tapi masyarakat
masih saja diam tak acuh. Sampah sampah yang berada dilaut berasal dari aliran
sungai yang bermuara, sampah mengalir bersama mereka hingga terombang-ambing
dilautan lepas. Ekosistem menjadi rusak, kebanyakan kita berpikir setelah
membuang sampah urusan kita selesai, nyatanya itu adalah awal dari kehidupan
pengrusakan baru dimulai. Sampah-sampah menjadi parasit dan melukai
hewan-hewan. Mematikan tumbuhan.
(Gambar : greeners.Co)
Karena
sampah plastik telah menjadi isu utama global, Badan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa
telah melakukan pertemuan di Nairoby, Kenya pada tahun 2007. Dalam pertemuan
tersebut, badan lingkungan PBB mendeklarasikan resolusi tentang sampah plastik
dan mikroplastik. Mereka membahas rencana pencegahan dan pengurangan polusi
laut secara signifikan.
Dalam
upaya mensukseskan resolusi-resolusi pemerintah dan organisasi dunia yang ingin
menyelamatkan bumi. Maka masyarakat harus saling bahu membahu dalam seluk beluk
penanganannya, masyarakat dilarang acuh apalagi menyepelekan.
Cara-
cara mengatasinya harus dilakukan oleh semua elemen atau tatanan dalam
masyarakat. Pemerintah dapat memulai
dengan mengatur produsen sehingga bertanggungjawab pada siklus hidup
produk-produknya, mulai dari bahan yang digunakan, jenis produk apakah produk
yang digunakan adalah sekali pakai atau kemasannya dapat disimpan dan digunakan
dan diulang-ulang. Untuk produk-produk yang tidak bertahan lama, kemasan yang
digunakan harusnya bersifat organik atau paling tidak mudah terurai. Atau jika
perlu, produk yang digunakan yakni kemasan harus sesuai
dengan expired atau waktu kadaluarsanya. Jadi begitu barang tersebut
kadaluarsa, maka tidak perlu digunakan waktu yang lama untuk pembungkus
tersebut hilang atau terurai.
Para
Produsen yang notabene penghasil sampah plastik karena tingginya pemakaian
produksi kemasan harus bertanggungjawab dan menciptakan inovasi untuk siklus
hidup produk yang dihasilkannya. Banyak produk-produk terkenal yang
mengkampanyekan tentang ‘Daur ulang” mereka melabeli plastik produk mereka
dengan produk daur ulang dan mengkampanyekan tentang kepedulian sampah-plastik.
Tapi kemudian, apakah hal tersebut benar-benar mereka lakukan? Atau hanya
sebatas kampanye openg untuk melindungi produk mereka, atau sekedar permainan
dagang?
Kemudian
pemerintah harus memperhatikan peta jalan nasional penanganan sampah plastik. Tentang
bagaimana kelanjutan sampah ketika sudah sampai di TPA, tentang sampah-sampah
tersebut apakah sampah-sampah tersebut bisa hilang dari muka bumi dan tidak ada
ruang pembuangan lagi setelah “Tempat Pembuangan akhir”. Apakah sampah-sampah
tersebut di proses dengan benar atau hanya sebatas dibuang dilautan lepas atau
lahan luas yang pada akhirnya juga merusak ekosistem? Inovasi-inovasi penanganan sampah harus selalu
digiatkan. Para generasi muda, ilmuan, peneliti, masyarakat umum yang memiliki
kepedulian dan gagasan dalam pengelolaan sampah harus diberi ruang.
Untuk
masyarakat sendiri, kita semua dapat
memulai dari langkah yang paling sederhana, melakukannya dengan tangan kita
sendiri kemudian menyebarkannya agar dilakukan oleh masyarakat luar. Langkah sederhana
itu disebut dengan 5R:
·
Reduce (Mengurangi)
Artinya, kita dapat
mengkampanyekan dunia untuk mengurangi sampah plastik dengan memakai totebag
saat berbelanja misalnya, mengganti sedotan plastik sekali pakai menjadi sedotan
besi atau bambu
·
Refuse (Menolak)
Kita dapat menolak
ketika seseorang memberi kita benda-benda plastik. Ini adalah cara yang paling
mudah untuk mengurangi sampah plastik. Dengan kita berani menolak dan memberi
tahu sekitar kita, maka sampah plastik akan dapat dikurangi
·
Remove (Memindah/Menghapus)
Cara sederhana adalah
membersihkan atau mengambil sampah-sampah yang ada disekitar kita dan
meletakkannya di tempat sampah, dengan begitu, lingkungan akan tampak bersih
dan sampah-sampah yang dibuang di tempat yang benar juga akan melalui proses-proses
yang benar. Berbeda ketika kita enggan mengambil sampah tersebut dan
membiarkannya tetap beada di tanah, atau genangan air misalnya. Dia akan
menjadi pengganggu bagi lingkungan tersebut.
·
Reuse (menggunakan kembali sampah plasik
yang masih bisa digunakan)
Yakni memanfaatkan
ulang barang-barang bekas dengan tujuan yang sama atau berbeda dari tujuan
awalnya, misal menggunakan botol bekas untuk pot bunga ditaman atau memakai
kaleng bekas untuk tempat pensil. Prinsip reuse adalah memakai barang-barang
atau plastik yang sudah dipakai untuk digunakan kembali. Membawa tumblr sendiri
untuk menghindari penggunakan bool kemasan misalnya.
·
Recycle (Mendaur ulang untuk menghindari
limbah plastik)
Beberapa kemasan
plastik dapat diubah dalam bentuk lain yang bermanfaat bahkan setelah tidak
digunakan. Misalnya tas belanja dari kemasan plastik atau boneka dari kain
perca.
Dari
sini mari saling menekankan bahwa sampah plastik memang tak baik untuk kita. Meskipun
kita sudah terdesak, tapi kita masih punya cara untuk mengurangi dampak. Inovasi
dan gagasan kita ditunggu maka mari luangkan waktu. Untuk mengkpampnyekan dan
menujukan dunia, bahwa dibalik hingar bingar modernisasi dan globalisasi. Kita sedang
terpojok.
Sumber
: cnn gaya hidup bumi untuk awet muda.
Erlina Novita sari, mahasiswa Fakultas
Ilmu sosial dan Ilmu budaya Prodi Sosiologi Universitas Trunojoyo Madura 2019




0 komentar:
Posting Komentar