Sabtu, 16 April 2022


Sedikit Kisah dibalik Debur Ombak

Oleh : Erlina Novita Sari

 

“Laut mengamuk disela tidur lelap

Melarutkan diri bersama gelombang ditengah angin

Rasa was was dan khawatir, tampaknya tidak menjadi alasan untuk menyurutkan niat dalam megabdikan diri bagi bangsa, menyemai mimpi.

Dalam desakan ombak ang menyudukan kapalku

Akhirnya mengantarkan kami bersandar di Masalembu”

 

Mulai dari keberangkatan yang terencanakan batal sebab ketidakpastian PPKM serta banyak hal, ditengah pasang surut niat akhirnya pada hari ini, tanggal 15 Agustus 2021, kami semua berangkat ke Masalembu. Beranggotakan kesebelasan, kami siap melakukan kegiatan pengabdian Masyarakat dan memberikan program-program terbaik yang bisa kami lakukan. Sebelumnya, aku akan menjelaskan tentang pulau yang kami tuju dan korelasi puisi yang ada bagian atas kertas ini. Pulau Masalembu adalah pulau yang ada di Kabupaten Sumenep, meskipun berada di teritori Jawa Timur namun lokasi pulau ini termasuk kedalam pulau terluar Jawa Timur sebab bayangkan saja, perjalanan yang kami habiskan untuk menuju kesana adalah 17 jam. Sementara jarak pulau Masalembu di Pulau kalimantan hanya berjarak 7 jam. Dibalik angin yang kencang dan transportasi yang ekstrim yakni perahu barang kami dengan nekat menempuh perjalanan. Hal ini disebabkan PPKM membuat kapal penumpang yang biasa menjadi transportasi utama menuju Masalembu  tidak berjalan. 17 Jam kami berdesakan dengan barang-barang dan juga rekan, tapi jika boleh jujur disinilah letak cerita seru dibalik perjalanan ini.

 Pulau masalembu terdiri dari tiga pulau utama yakni Masalembu sendiri, Masa Kambing dan Pulau Karamaian. Mungkin beberapa orang tidak asing dengan keberadaan pulau ini sebab dulunya pulau ini terkenal dengan berita tenggelamnya kapal Thampomas II pada 27 Januari 1981. Dibalik kisah Tampomas yang menyedihkan Pulau masalembu menyimpan banyak sekali pesona yang luar biasa. Ketika pertama kali menginjakkan kaki disana, air biru yang jernih dan juga ikan-ikan didermaga meyambut dengan cantiknya. Karena terbiasa melihat pelabuhan yang keruh dan kotor di daerah Perak, Surabaya, otomatis mataku langsung menjelajah penuh takjub, tak henti mengatakan “woah” sebab melihat indahnya air di pelabuhan tersebut. Ketika sudah sampai, aku sudah bisa menduga, petualangan yang indah akan segera dimulai.

            Kami bersebelas adalah orang yang tidak begitu saling kenal pada awalnya, sebelas mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia. Hanya berbekal komunikasi dari telepon untuk merumuskan program yang akan kami jalankan di Masalembu,  kami mencoba saling akrab satu sama lain. Kukira akan ada kesulitan dalam proses pendekatan itu namun siapa sangka bahkan  kami tak perlu berusaha untuk bisa dekat sebab secara alami kebobrokan kami mendekatkan kami semua. Yap, kamu menjadi sangat akrab hanya dalam waktu sehari. Benar apabila ada orang berkata problem  adalah proses lain dari integrasi,  problem yang terjadi dikapal yakni  tidur diperahu berdesak-desakan, berbagi tempat dengan beras, merica dan burung, mabuk laut dan ombak yang membuat tekanan batin dan banyak lagi membuat kita bisa berkenalan secara dekat. Orang-orang tersebut adalah kak maliki, kak aldo, kak arganta, kak bagas, destya, jeki, surur, faiq, kak amanda, atha dan umi. Mereka adalah orang-orang luar biasa yang membersamai dipulau ini. Kegiatan kami selama tujuh hari di masalembu diisi dengan kegiatan pengabdian masyarakat yakni mengajar, bersosialiasai dengan masyarakat, membersihkan sampah dan melakukan aktivitas lingkungan serta menjelajah tipis-tipis pulau masalembu. Ada banyak sekali aktivitas yang kami lakukan, tapi pasti sudah banyak diceritakan oleh rekan-rekan yang lain. jadi dalam tulisan ini izinkan aku untuk menceritakan hidden gems  Pulau Masalembu hehe meskipun aku tidak tau apakah yang aku ceritakan ini benar-benar yang pertama kali kamu baca.

            Pulau Masalembu dihuni oleh masyarakat-masyarakat yang ramah, ralat –sangat ramah- maksudku. Mereka bahkan menawari banyak makanan setiap hari ketika kami berkegiatan. Jika dihitung seperti ini, pagi hari kami diberikan makanan berupa jajanan trandisional masalembu, kemudian besoknya rumah tinggal sementara kami dipenuhi oleh buah-buah. Siangnya kami diminta untuk mampir dan membakar ikan disana, ikan yang kami bakarpun tidak hanya satu dua ekor tapi satu baskom besar, terhitung sudah empat kali kami merampok ikan disana, makan dengan nyaman dan kenyang. Masyarakat disana mengatakan bahwa pada waktu kami datang kesana, bertepatan pada saat musim pocokan, yakni istilah yang digunakan masyarakat Masalembu untuk menyebut hari hari ketika ikan berkumpul sehingga ikan yang mereka tangkap melimpah. Ketika membeli makan disana, menu-menu yang disediakan juga tidak begitu jauh berbeda dengan yang ada didaerah kita, namun bedanya, hanya berbekal uang 5000 maka kita bisa makan seperti porsi 10.000 di Surabaya. Harga lauk ikan dengan ayam juga memiliki kesenjangan yang cukup jauh. Ketika lauk 5000 bisa mendapat sepotong ikan Tongkol, maka dengan uang 15.000 kita baru bisa menikmati nasi yang sama dengan lauk ayam. Kami semua sempat berfikir, wah pasti anak disini cerdas-cerdas sebab dari kecil makannya sudah ikan. Dan ternyata apa yang kami fikirkan terjawab setelah melakukan kegiatan Ngajar di salah satu SD disana.

            Kegiatan Ngajar, dilakukan selama tiga hari berturut-turut di salah satu yayasan di Pulau Masalembu dengan target yang berbeda. Pada hari pertama kami mengajar anak SD, hari kedua SMP dan terakhir SMA. Dari tiga jenjang yang kami ajar, SD dan SMP menjadi pengalaman yang paling menarik menurutku sebab aku menemukan banyak sekali anak-anak emas yang ada disana yakni pemberani, mau mencoba, mau belajar dan tentunya bermimpi besar. Mereka merespon kegiatan belajar mengajar dengan baik, mau bertanya dan mau balajar meskipun metode yang kami pakai adalah praktik, belajar sambil bermain. Secara garis besar mereka sama seperti anak-anak yang ada di daerah sekitarku, namun mereka lebih responsif dan menghargai orang disekitarnya, mungkin karena intensitas mereka terhadap gadget yang minim turut mempengaruhi interaksi dengan sesama jadi kesadaran mereka terhadap apa yang terjadi disekitarnya terjaga dengan baik. Semua sama hanya saja keterbatasan fasilitas membuat mereka kesulitan dalam belajar, kurangnya sumber daya manusia dalam pengajaran. Berbicara mengenai akses internet, Pulau Masalembu bisa dikatakan cukup susah sinyal. Bagaimana tidak, ketika tujuh hari disana, hampir saja kami semua tidak mendapat akses internet jika tidak ada warung wifi disana. Satu-satunya tempat komunikasi kami yang jaraknya cukup jauh dari rumah tinggal kami. Sebenarnya beberapa provider bisa diakses disana namun tetap saja sinyal yang terjaring maksimal hanya 3G. Di Masalembu juga ada beberapa warung internet yang buka namun kami memutuskan untuk berpusat di Alfa net, sebuatan warung internet langganan kami. Beberapa waktu lalu ketika sedang berada di alfanet, aku didatangi oleh bapak-bapak yang bercerita banyak hal tentang Masalembu, pada awalnya, beliau berbahasa bugis, kemudian berbahasa madura dan kembali lagi berbahasa Bugis, dari situ aku teringat, bahwa masyarakat yang ada di pulau ini, terdiri dari tiga suku yakni Mandar, Bugis dan Madura. Aku yang dulunya pernah membaca info tersebut dari sebuah buku kemudian merasa tertarik ketika bapak tersebut bercerita tiga suku tersebut masih mempertahankan identitasnya masing-masing namun bisa hidup berdampingan dengan baik. Jika kita ke kampung Mandar maka akan kita lihat rumah-rumah adat Mandar dan bahasa Mandar disana, begitu juga Bugis, masih terdapat rumah-rumah bugis dan madura yang ada disana. Wah seperti TMII mini ya batinku dalam hati. Lantas benar saja, ketika kami menuju pantai Sono dan melewati jalanan, masih kami lihat rumah-rumah panggung yang berjejer indah. Percampuran suku sebab pernikahan juga sering terjadi disana, seperti dua kakak yang ikut duduk menyimak bapak itu yang kuketahui asli bugis dan satunya percampuran bugis dan madura. Didalam rumah bahasa yang digunakan juga bahasa keduanya


                Pantai-pantai yang ada dimasalembu bisa dibilang masih sangat alami dan indah. Kami mendatangi dua pantai terkenal di Masalembu yakni pantai Masna dan Pantai Sono. Ada fakta yang menarik namun mistis dibalik penamaan pantai Masna. Pantai Masna diambil dari nama seorang perempuan yang meninggal di pantai tersebut, ditemukan meninggal akibat terseret ombak. Pengalaman yang menurutku mengesankan adalah ketika kami berenang di dermaga. Terjun dari atas dan berenang dilautan, itu adalah kali pertamanya aku terjun dan berenang dilaut. Meskipun tidak terlalu dalam tapi lumayan lah hehe akhirnya bisa berenang dilaut. Ternyata air laut asin sekali ya, perih juga dimata kalau tidak pakai alat-alat yang memadai. Pengalaman-pengalaman yang ada di Masalembu selamanya akan menjadi cerita yang indah. Bersama orang-orang yang menginspirasi dan menjadi support sistem, mengabdi dan menyemai mimpi untuk Indonesia, seakan adalah komposisi lengkap untuk perjalanan dalam mewujudkan perubahan. Terimakasih cerita indahnya, Perjalanan menuju Masalembu membuat kita cemas sebab ombak yang tak bersahabat namun banyak rindunya sebab semua cinta kita dapatkan dari sana. See you next time Masalembu.


Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar